Header Ads

Twinpoker Banner
SELAMAT DATANG DI BERITAPOKERDUNIA > LINK ALTERNATIF : WWW.HOKYTWIN88.COM > WWW.MANTAPTWIN88.COM_Untuk Member Setia Kami Yang Ingin Login Dari Aplikasi Android Silakan Gunakan Login Site : HOKYTWIN88.COM>MANTAPTWIN88.COM

KISAH ANAK SEORANG PETANI ROBINSON SINURAT LULUS S2 DARI UNIVERSITAS TERNAMA DI AMERIKA


Robinson Sinurat saat mengikuti konferensi yang dihadiri Barack Obama di Malaysia (Dok: Robinson Sinurat) .

“Yang pertama itu sih aku merasa bangga, karena aku pola pikirnya berubah, lebih baik, terus leadership skils-nya juga, dan public speaking juga, karena harus , gomong di depan teman-teman dan yang paling pentingnya lagi adalah aku harus practice bahasa inggris setiap hari sama teman-teman yang lain,” 

Obin yang pernah bertemu dengan mantan presiden Amerika, Barack Obama saat mengikuti konferensi di Malaysia.

Tahun 2015 Obin kemudian terpilih untuk mengikuti program dari Kemenristekdikti (Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI) untuk pergi ke Ende, Nusa Tenggara Timur. Dari 45 ribu orang yang mendaftar hanya 33 yang terpilih, termasuk dirinya. Kunjungannya ke Ende kemudian mendatangkan gagasan untuk membuat perpustakaan untuk anak-anak SD, SMP, dan SMA.



Sesuai dengan rencananya, tak lama kemudian Obin memutuskan untuk mendaftar beasiswa untuk studi S2.“Karena aku dulu waktu pertama kerja aku udah membuat semacam goal satu 
target, dalam waktu dua tahun aku mau lanjut lagi s2 di bidang sosial, karena pekerjaan aku selama ini sosial tapi karena background aku itu fisika kadang orang merasa kalau aku prakteknya udah banyak, cuman di teori enggak ada. 

Nggak ada degreenya di teorinya,” jelas Obin yang juga pernah bekerja untuk organisasi nirlaba American Voices di Indonesia dan mengikuti program Rumah 

Perubahan Rhenald Kasali.Melalui beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Pendidikan), Obin berhasil diterima di berbagai universitas di Amerika Serikat, Australia, Belanda dan Inggris.

"(Mamak) kalau enggak salah lagi metik cabe, terus katanya dia langsung kayak berlutut gitu, ucapan syukur gitu lho. Di deket pohon cabe,” kenangnya sambil tertawa.“Terus dia nangislah, (katanya) ‘selamat ya nak’,” lanjutnya.




Dari seluruh universitas yang menerimanya, Obin memutuskan untuk memilih Columbia University, sebuah universitas prestisius atau Ivy League di New York. Jurusan 'social work' (pekerjaan sosial) menjadi pilihannya.

“Yang lucunya aku cerita ke orang tua, ke Bapak sama Mamak kan, aku lolos Columbia university di Amerika. Terus kata mereka, bukannya di ucapin selamat, ini enggak. ‘Loh kenapa ke Amerika lagi? Bukannya kemaren mau ke inggris?” ujarnya lagi sambil tertawa.

Robinson Sinurat bersama orang tuanya di depan Gedung Putih, Washington, D.C. (Dok: Robinson Sinurat)Sesampainya di Amerika Serikat dan memulai kuliah di tahun 2016, Obin 
mendapat tantangan baru. Bacaan yang banyak dan tugas yang menumpuk sempat membuatnya patah semangat dan ‘badan kurus kerempeng.’ Tetapi, dengan kemampuan bahasa Inggris yang menurutnya masih menjadi kendala, ia tetap berusaha untuk beradaptasi dengan kehidupan kampus Amerika. Kali ini strateginya adalah mempersiapkan diri dan berpartisipasi di dalam kelas.

“Aku udah targetin, setiap mata kuliah itu aku at least nanya satu atau jawab 1. Kalau memang bisa lebih lebih bagus, tapi at least 1,” jawabnya.Menurutnya dosen di Amerika Serikat sudah seperti teman sendiri. Jika ada pertanyaan, boleh langsung mengirim e-mail atau datang ke kantornya di saat jam kerja.




Seperti saat kuliah di Universitas Sriwijiaya dulu, Obin kembali aktif di kampus. Ia menjadi salah satu tim pemasaran untuk PERMIAS (Perkumpulan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat) dan mendirikan International Student Caucus di kampus bersama teman-temannya.

Cita-cita Obin untuk lulus S2 pun tercapai di tahun 2018. Impian lainnya? Mendatangkan Bapak dan Mamak ke Amerika, dengan hasil tabungannya selama ini.

“Akhirnya tercapailah mimpi aku itu. Aku bilang harus berdua, karena waktu S1 kan cuman (Mamak). Jadi kalau kali ini harus berdua,” paparnya.

Robinson Sinurat bersama artis Tasya Kamila (tengah) dan Kania (kanan) saat wisuda S2.
Robinson Sinurat bersama artis Tasya Kamila (tengah) dan Kania (kanan) saat 

wisuda S2. (Dok: Obin)
​Lulus dari Columbia University, Obin kini bekerja di lembaga nirlaba, Queens 

Community House di New York, sebagai Counseling Specialist.
Pencapaian Obin selama ini kembali lagi kepada pedoman hidupnya. “Be honest. Be brave. Be willing.” Jujur. Berani. Mau berjuang.

“Kita harus jujur sama diri kita sendiri, let’s say kalau ada sesuatu yang memang kita enggak sanggup, ya bilang enggak sanggup. Dan kita jujur sama diri kita sendiri. Kita itu orangnya gimana? Karena jujur sama diri sendiri itu penting. 

Ketika kita jujur dengan diri kita sendiri, kita tahu apa yang harus kita lakukan. Kemudian kita harus berani. Berani untuk melangkah. Untuk take risk. Jadi harus ada yang dikorbankan,” ujarnya.Tak lupa menurut Obin, yang juga tak kalah penting adalah kemauan untuk berjuang dalam mendapatkan sesuatu yang diinginkan.

“Yang pertama itu sih aku merasa bangga, karena aku pola pikirnya berubah, lebih baik, terus leadership skils-nya juga, dan public speaking juga, karena harus ngomong di depan teman-teman dan yang paling pentingnya lagi adalah aku ,harus practice bahasa inggris setiap hari sama teman-teman yang lain,” cerita 

Obin yang pernah bertemu dengan mantan presiden Amerika, Barack Obama saat mengikuti konferensi di Malaysia.

Tahun 2015 Obin kemudian terpilih untuk mengikuti program dari Kemenristekdikti (Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI) untuk pergi ke Ende, Nusa Tenggara Timur. Dari 45 ribu orang yang mendaftar hanya 33 yang terpilih, termasuk dirinya. Kunjungannya ke Ende kemudian mendatangkan gagasan untuk membuat perpustakaan untuk anak-anak SD, SMP, dan SMA.Sesuai dengan rencananya, tak lama kemudian Obin memutuskan untuk mendaftar beasiswa untuk studi S2.

“Karena aku dulu waktu pertama kerja aku udah membuat semacam goal satu 
target, dalam waktu dua tahun aku mau lanjut lagi s2 di bidang sosial, karena 
pekerjaan aku selama ini sosial tapi karena background aku itu fisika kadang 
orang merasa kalau aku prakteknya udah banyak, cuman di teori enggak ada. 

Nggak ada degreenya di teorinya,” jelas Obin yang juga pernah bekerja untuk organisasi nirlaba American Voices di Indonesia dan mengikuti program Rumah Perubahan Rhenald Kasali.

Melalui beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Pendidikan), Obin berhasil diterima di berbagai universitas di Amerika Serikat, Australia, Belanda dan Inggris.


"(Mamak) kalau enggak salah lagi metik cabe, terus katanya dia langsung kayak 
berlutut gitu, ucapan syukur gitu lho. Di deket pohon cabe,” kenangnya sambil tertawa.

“Terus dia nangislah, (katanya) ‘selamat ya nak’,” lanjutnya.Dari seluruh universitas yang menerimanya, Obin memutuskan untuk memilih Columbia University, sebuah universitas prestisius atau Ivy League di New York. Jurusan 'social work' (pekerjaan sosial) menjadi pilihannya.

“Yang lucunya aku cerita ke orang tua, ke Bapak sama Mamak kan, aku lolos Columbia university di Amerika. Terus kata mereka, bukannya di ucapin selamat, ini enggak. ‘Loh kenapa ke Amerika lagi? Bukannya kemaren mau ke inggris?” ujarnya lagi sambil tertawa.

Robinson Sinurat bersama orang tuanya di depan Gedung Putih, Washington, D.C. (Dok: Robinson Sinurat)Sesampainya di Amerika Serikat dan memulai kuliah di tahun 2016, Obin 
mendapat tantangan baru. 

Bacaan yang banyak dan tugas yang menumpuk sempat membuatnya patah semangat dan ‘badan kurus kerempeng.’ Tetapi, dengan kemampuan bahasa Inggris yang menurutnya masih menjadi kendala, ia tetap berusaha untuk beradaptasi dengan kehidupan kampus Amerika. Kali ini 

strateginya adalah mempersiapkan diri dan berpartisipasi di dalam kelas.“Aku udah targetin, setiap mata kuliah itu aku at least nanya satu atau jawab 1. Kalau memang bisa lebih lebih bagus, tapi at least 1,” jawabnya.Menurutnya dosen di Amerika Serikat sudah seperti teman sendiri. Jika ada 



pertanyaan, boleh langsung mengirim e-mail atau datang ke kantornya di saat jam kerja.
Seperti saat kuliah di Universitas Sriwijiaya dulu, Obin kembali aktif di kampus. Ia menjadi salah satu tim pemasaran untuk PERMIAS (Perkumpulan Mahasiswa 

Indonesia di Amerika Serikat) dan mendirikan International Student Caucus di kampus bersama teman-temannya.

Cita-cita Obin untuk lulus S2 pun tercapai di tahun 2018. Impian lainnya? Mendatangkan Bapak dan Mamak ke Amerika, dengan hasil tabungannya selama ini.

“Akhirnya tercapailah mimpi aku itu. Aku bilang harus berdua, karena waktu S1 kan cuman (Mamak). Jadi kalau kali ini harus berdua,” paparnya.Robinson Sinurat bersama artis Tasya Kamila (tengah) dan Kania (kanan) saat 

- wisuda S2.
Robinson Sinurat bersama artis Tasya Kamila (tengah) dan Kania (kanan) saat 

- wisuda S2. (Dok: Obin)
​Lulus dari Columbia University, Obin kini bekerja di lembaga nirlaba, Queens 

Community House di New York, sebagai Counseling Specialist.
Pencapaian Obin selama ini kembali lagi kepada pedoman hidupnya. “Be honest. Be brave. Be willing.” Jujur. Berani. Mau berjuang.

“Kita harus jujur sama diri kita sendiri, let’s say kalau ada sesuatu yang memang kita enggak sanggup, ya bilang enggak sanggup. Dan kita jujur sama diri kita sendiri. Kita itu orangnya gimana? Karena jujur sama diri sendiri itu penting. 

Ketika kita jujur dengan diri kita sendiri, kita tahu apa yang harus kita lakukan. Kemudian kita harus berani. Berani untuk melangkah. Untuk take risk. Jadi harus ada yang dikorbankan,” ujarnya.Tak lupa menurut Obin, yang juga tak kalah penting adalah kemauan untuk berjuang dalam mendapatkan sesuatu yang diinginkan.


SILAKAN BERGABUNG DI BANDAR POKER ONLINE KAMI TWINPOKER88












Tidak ada komentar