KISAH ANAK DURHAKA
Cerita Rakyat Malin Kundang
Pada suatu hari sang ayah Malin menyampaikan maksudnya kepada keluarga kecilnya untuk pergi merantau. Tujuannya untuk memperbaiki nasib keluarga yang sejak dulu terjebak dalam jurang kemiskinan. Sang ayah Malin pun pergi hingga tidak terasa sudah bertahun tahun, tapi tidak ada kabar darinya juga.
Sejak ditinggal oleh ayahnya merantau, tinggal-lah si Malin dan ibunya di gubug reot, mereka tinggal di desa dekat pantai air manis. Sehari hari ibu Malin berkerja keras membanting tulang demi menghidupi anak semata wayangnya. Pekerjaan apapun kerap dilakukan oleh ibu Malin, mulai dari menangkap ikan di pantai hingga berjualan kue berkeliling desa.
Hari demi hari dilewati Si Malin dan ibunya, tidak terasa Malin sudah beranjak dewasa dan menjadi pemuda yang gagah dan cerdas. Pada suatu malam, si Malin teringat pada sang ayah yang sudah bertahun tahun tidak juga pulang. Malin pun bersedih setiap kali mengingat ayahnya dan menyadari betapa sulitnya kehidupan yang ia jalani bersama ibunya sepeninggal sang ayah. Malin juga tidak ingin melihat sang ibu terus berkerja kesusahan, apalagi umurnya tidak lagi muda.
Malin pun berkata, “Jika Malin tidak pergi merantau, kehidupan kita tetap seperti ini Bunda, tidak ada perubahan dan Malin tidak mau selamanya hidup dalam kemiskinan, Malin berjanji akan segera pulang jika sudah sukses di tanah seberang”.
Akhirnya dengan berat hati, ibu Malin pun merelakan keberangkatan anak semata wayangnya. Sebelum hari keberangkatan, Malin berpamitan dengan teman teman di desanya sementara sang ibu tidak henti hentinya berharap semoga impian Si Malin untuk sukses di tanah seberang bisa cepat terwujud.
Dengan sedikit uang dan bekal seadanya, si Malin akhirnya berangkat merantau dengan menumpang kapal yang kebetulan sedang belabuh di dermaga berkat kebaikan sang Nahkoda. Setelah berhari hari terombang ambing di tengah lautan akhirnya Malin tiba di tanah yang baru. Disana Malin mulai mencari pekerjaan apapun asalkan bisa bertahan hidup. Malin berkerja dengan seorang saudagar kaya yang memiliki banyak usaha dan kapal.
Awalnya Malin hanya berkerja sebagai tenaga kasar yang mengangkut barang hasil niaga, namun karena kecerdasaan karier Malin terus naik hingga bisa menjadi orang kepercayaan Saudagar. Saudagar sangat menyayangi Malin karena ide ide Malin begitu cemerlang sehingga usaha yang dijalankan selalu berhasil. Malin juga memiliki sikap yang santun, patuh, sabar selama berkerja dan itulah yang membuat Saudagar sering mengundang Malin untuk datang kerumahnya. Lambat laun, si Malin pun semakin akrab dengan puteri Saudagar, benih benih cinta pun bersemi..
Hari demi hari, Malin dan puteri Saudagar semakin dekat. Mereka saling mencintai dan Malin berencana meminang puteri saudagar. Malin sempat ragu dan takut ketika ingin menyampaikan maksud tujuannya ingin melamar puteri, namun tekad Malin sudah bulat. Dengan berhati hati Malin menyampaikan keinginannya kepada Saudagar.
“Setelah Itu di Ijinkan Malin menikah dengan anak bapak”, demikian ucapan Malin kepada Saudagar. Mendengar perkataan Malin, Saudagar pun merestui mengingat sikap Malin yang rendah hati, cerdas dan berjasa dalam memajukan usaha milik saudagar. Sebenarnya saudagar tidak terkejut saat Malin menyampaikan maksud ingin melamar puterinya, karena ia sudah tahu kedekatan Malin dan puterinya sejak pertama kali mereka bertemu.
Pernikahan Malin dengan puteri Saudagar berlangsung secara meriah, keduanya pun sangat berbahagia. Tidak lama setelah Malin menikah, Saudagar jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Malin mengambil alih tugas ayah mertuanya dalam berniaga. Kecerdasaan Malin lagi lagi memberikan banyak keuntungan usaha niaga yang ia jalankan. Barang barang dagang semakin banyak, armada kapal pun bertambah dan begitu juga dengan usaha niaga Malin yang semakin maju.
Kesuksesan dan nama besar Malin akhirnya sampai di kampung halaman Malin sewaktu kecil. Bunda Malin sangat senang dan bahagia mendengar anak semata wayangnya sudah menjadi orang sukses di tanah rantau. Setiap malam, ibu Malin berdoa dan berharap supaya anaknya Malin bisa mengunjunginya dan pada suatu hari doa ibu Malin terkabul dimana saat itu kapal Malin sedang berlabuh di dermaga dekat desanya untuk memperluas jaringan niaga.
Ibu Malin yang mendengar kedatangan kapal anaknya pun segera berangkat ke dermaga untuk menyambut Malin. Dengan tubuh yang tua dan kurus, ibu Malin akhirnya tiba di dermaga tempat kapal Malin bersandar.Setelah kapal berlabuh, dengan gagah Malin yang ditemani isterinya turun dari kapal. Ibu Malin pun akhirnya yakin bahwa Malin anaknya sekarang sudah menjadi saudagar kaya raya. Dengan gugup, ibu Malin coba mendekati dan menyapa, “Malin anakku, akhirnya engkau menjadi orang sukses dan kembali ke kampung halaman, Mengapa engkau pergi merantau sangat lama dan tidak memberi kabar kepada ibu”.
Malin pun tahu bahwa wanita tua tersebut ibunya, namun ia merasa sangat malu dan dengan kasar berkata, “ Siapakah kau wanita tua berpakaian lusuh?, mengapa kau mengaku sebagai ibuku dan perlu kau ketahui bahwa ibu kandungku sudah lama meninggal sejak aku masih kecil”.
Mendengar ucapan Malin, ibu pun sangat sedih dan begitu terkejut, “Bukankah waktu itu kau pernah berjanji kepada ibu untuk segera pulang dan tidak melupakan ibumu yang tua ini.” Demikian ucapan ibu Malin sambil berusaha memeluk Malin.
Karena merasa sangat malu dan tidak ingin masa lalunya yang miskin diketahui isterinya, Malin pun secara kasar mendorong ibunya,” Pergi kau perempuan tua dan jangan pernah kau anggap aku sebagai anakmu”. Tubuh tua dan ringkih ibu Malin terhempas hingga keluar kapal dan dengan perasaan yang sangat perih .
Setelah itu ibu Malin menangis, “ Ya Tuhan, jikalau memang dia anak kandungku, ubahlah dia menjadi batu” ratapan ibu Malin kepada Ilahi.
Mari Bergabung Di Bandar Kami Hanya di :
Post a Comment